Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?

Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru? - Hallo sahabat Kabar Muslim Islam, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Budaya, Artikel Fenomena, Artikel Hari Ini, Artikel Islam, Artikel Islami, Artikel Kabar, Artikel Khasanah, Artikel Muslim, Artikel Ragam, Artikel Terbaru, Artikel Terkini, Artikel Unik, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?
link : Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?

Baca juga


Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?


Saat ini kita sudah berada di penghujung tahun Masehi. Seperti tradisi yang telah melekat di era sekulerisme saat ini, masyarakat dunia umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya merayakan pergantian tahun baru Masehi dengan pesta yang meriah. Di antara tradisi pesta yang masih dilanggengkan sampai saat ini adalah tradisi meniup terompet.

Kita sebagai seorang Muslim harusnya memahami bahwa setiap perbuatan kita terikat dengan hukum syari’at. Maka apa yang kita lakukan tidak bisa semata-mata karena ikut-ikutan tanpa tahu asal muasal atau alasan syar’i mengapa kita melakukannya.

Sadarkah kita bahwa bisa saja perbuatan yang kita anggap sepele ternyata menuai api di akhirat sana. Karena itu hendaklah kita selalu berusaha menyandarkan setiap perbuatan dengan hukum Allah. Karena jika tidak, perbuatan kita akan menjadi boomerang bagi diri kita sendiri.

Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru

Sangat disayangkan, hingga saat ini banyak orang yang tidak tahu mengapa terompet dipilih untuk menyambut datangnya tahun baru . Padahal jika kita telusuri asal mula budaya ini, kita akan menemukan bahwa budaya meniup terompet merupakan budaya masyarakat Yahudi. Bangsa mereka menyambut tahun baru yang bertepatan pada sistem penanggalan mereka yaitu bulan Tisyri yang jatuh pada bulan ke tujuh. Sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM, mereka merayakan pergantian tahun baru di bulan Januari. Semenjak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.

Masyarakat Yahudi berintrospeksi diri dengan tradisi meniup serunai atau shofar atau sebuah alat musik sejenis terompet pada malam tahun baru. Sebenarnya shofar atau serunai ini termasuk ke dalam kategori terompet. Bunyi shofar menyerupai bunyi terompet kertas yang digunakan masyarakat di Indonesia dalam merayakan malam tahun baru.

Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1500 sebelum Masehi. Dahulu, alat musik jenis ini digunakan untuk militer terutama saat akan berperang dan keperluan ritual agama. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan renaissance hingga saat ini.

Terompet dipakai oleh bangsa Yahudi dalam mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge (tempat ibadah) mereka. Terompet merupakan syi’ar dan simbol keagamaan mereka saat merayakan tahun baru.

Larangan Tasyabuh

Sudah sunatullah sesungguhnya bahwa kaum Muslim di akhir zaman ini akan cenderung mengikuti kaum kafir yang sesungguhnya adalah musuh Allah.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286.

Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah kita selalu meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya Yahudi dan Nashrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.

Imam Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau (Rasulullah) ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” (Syarh Muslim, 16: 219)

Namun, walaupun kebiasaan meniru orang kafir itu sudah jadi sunnatullah, bukan berarti mengikuti jejak mereka jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Demikianlah. Semoga kita terhindar dari perbuatan yang menyebabkan kita merugi kelak. Tentu semua dari kita menginginkan selamat dan mewarisi surga bukan? Maka lakukanlah perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kita ke sana. Wallahu’alam.

Sumber :http://ift.tt/2iKn1EL


Demikianlah Artikel Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?

Sekianlah artikel Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru? dengan alamat link https://kabarmuslimislam.blogspot.com/2016/12/masihkah-dilakukan-jika-tahu-asal-mula.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Masihkah Dilakukan Jika Tahu Asal Mula Meniup Terompet Tahun Baru?"

Posting Komentar