Judul : Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat
link : Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat
Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat
KUPAS TUNTAS VIDEO WONG SASAR SERIAL KEEMPAT
Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta dan semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya hingga hari Kiamat.
Dalam keyakinan kaum muslimin yang sudah mendarah daging akan keutamaan sepertiga malam terakhir, pasalnya pada waktu itu Allah turun ke langit dunia lalu berfirman, Siapa yang meminta Aku akan berikan, siapa yang berdoa akan Aku kabulkan dan siapa yang Beristigfar akan Aku ampuni.
Dalam kehidupan Salafus shalih qiyamul Lail merupakan rutinitas mulia dan ibadah agung karena ibadah tersebut dibangun diatas keyakinan Allah turun ke langit dunia pada saat itu.
Pada ceramah Ustadz AH yang beredar di youtube dengan judul “Selesai Shalat Tahajud, Apa yang dicontohkan Rasulullah hinga Shalat Fajar?, al-Ustadz AH berkata :
“yanzilu robbuna tabaroka wata'ala, ini hadits Qudsi kata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah subhanahu wa ta'ala kalimatnya menggunakan robb, yanzilu robbuna, saya agak pelan-pelan ya, ada nazala ada habatho', ada nazala ada habatho' itu lain, baca Al-Baqoroh ayat 36 eh 38 maaf Al-Baqoroh 38, ini mana Qurannya ini, Qulnahbithu minha jami'a , qulnahbithu, ihbithu, jadi turun itu ada: habatho', ha-ba-tho, ada nazala, lain, nazala, ada habatho ada nazala, qulnahbithu minha jami'a faimma yattiyannakum minni huda dan seterusnya ayat.
Perhatikan sini, kenapa Adam ketika diturunkan oleh Allah ke bumi, kalimatnya bukan menggunakan nazala tapi menggunakan habatho, qulnahbithu minha jami'a. Perhatikan, kalau habatho itu turun dengan niat bermukim, dengan niat tinggal ya, Adam diturunkan ke bumi memang untuk tinggal di bumi, menjadi khalifah di sana memperbaiki keadaan bumi karena itu kalimat Qurannya menggunakan habatho. Ini hebatnya bahasa Al-Qur'an setiap kalimatnya itu ada makna bahkan hurufnya.
Tapi subhanallah ketika (Nabi) menerangkan Allah yang turun ke langit dunia tidak menggunakan kata habatho, menggunakan kata nazala, yanzilu robbunaya, yanzilu, nazala itu turun ya, turun umumnya dengan tidak niat mukim, cuman turun saja, ya, jangan digambarkan di kepala kita Allah turun, bukan, maksudnya Allah menurunkan rahmatNya, sudah ada kebahagiaan yang ingin diberikan, Allah tidak segambar, tidak terbayang oleh kita, dan tidak serupa dengan apa yang kita gambarkan.
Artinya apa? kalimat ini mengandung mukjizat yang disampaikan oleh Nabi, tidak menggambarkan, kalau Nabi berkata “Yahbithu Robbunaa”, ini salah kalimat Nabinya, karena Allah tidak menempat, tidak mewaktu, artinya apa mohon maaf, tidak disifati dengan tempat dan sifat yang seperti kita menggunakannya, kalimat nazala artinya tidak turun untuk menempat”
Kesimpulan dari pernyataan AH adalah sbb :
Bantahan pertama,
beliau mengingkari bahwa Allah turun ke langit dunia, namun yang turun adalah rahmatNya. Dengan dalih bahwasanya hal ini melazimkan Allah bertempat dan berwaktu.
Demikian itu aqidah Asy'ariyah yang telah dinyatakan menyimpang oleh para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah sepakat dalam menetapkan sifat turunnya Allah ke langit dunia, Dia turun kapan saja dan dengan cara yang dikehendaiNya sesuai dengan kebesaranNya, yang tidak serupa dengan makhlukNya. Dan turun termasuk sifat perbuatan Allah berdasarkan hadits mutawatir yang menjelaskan turunnya Allah ke langit dunia pada malam sepertiga terakhir yang diriwayatkan kurang lebih 28 shahabat Nabi yang diriwayatkan oleh Imam AS-Shabuni, Imam Daruquthni, dan Imam Ibnu Taimiyah serta Imam adz-Dzahabi.
Bantahan kedua,
Ada perbedaan antara kata kerja “Nazala” dengan “Habatho”. Kata “Habatho” artinya turun untuk menempat adapun Nazala artinya tidak turun untuk menempat.
Dari sinilah AH berani tegas berkata bahwa kalau Nabi berkata “Yahbithu Roobunaa” berarti “Salah kalimat Nabinya”
Padahal hadits tentang nuzul/turunnya Allah adalah hadits yang mutawatir diriwayatkan lebih dari 20 sahabat. Hal ini menunjukkan perhatian Nabi terhadap sifat nuzul ilahi sehingga Nabi sering mengulang-ngulanginya dan diriwayatkan oleh banyak sahabat. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
«يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي؟ فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي؟ فَأَغْفِرَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي؟ فَأُعْطِيَهُ»
“Robb kita tabaraka wata’ala turun setiap malam tatkala tinggal sepertiga malam yang terakhir ke langit dunia dan Dia berkata : Siapakah yang berdoa kepadaku maka aku kabulkan doanya, siapakah yang memhon ampunan maka aku mengampuninya, siapakah yang meminta kepadaku maka aku akan memberikan permintaannya” (HR Bukhari No. 1145 Muslim No. 758)
Bantahan ketiga,
Selain lafal يَنْزِلُ “yanzilu”, hadits-hadits datang juga dalam lafal yang lain,
Seperti dengan lafal يَهْبِطُ Yahbithu (fiil mudhori’)
إِذَا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْبَاقِي، يَهْبِطُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَاx
“Jika tiba sepertiga malam yang terakhir Allah turun ke langit dunia” (HR Ahmad No. 3673, dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan para pentahqiq MusnadAhmad)
Datang juga dengan lafal هَبَطَ Habatho (fi’il madhi’)
هَبَطَ اللَّهُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا
“Allah turun ke langit dunia” (HR Ahmad No. 967 dan ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah lin Nasaai No. 475 dan 485, Asy-Syari’ah li al-Ajurry No. 704 dari hadits Abu Huroiroh, Musnad Al-Bazzaar No. 478 dan Musnad Abi Ya’la No. 6576 dari Ali bin Abi Tholib, Ad-Darimi No. 1522 dan As-Sunan Al-Kubro No. 10236 dari Rifa’ah al-Juhani)
Datang juga dengan lafal :
يَدْنُو رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا
“Robb kita mendekat ke langit dunia” (HR At-Thobroni kitab Ad-Dua’aa No. 133)
Ini semua menunjukkan bahwa Allah turun secara hakiki sesuai dengan dzohirnya.
Bantahan keempat,
Adapun tafsir AH bahwa Allah tidak turun tapi yang turun adalah rahmatNya adalah takwil yang menyimpang dan batil dengan argumen sebagai berikut:
1. Kalau yang turun rahmat Allah maka tidak perlu menunggu malam sepertiga terakhir bahkan rahmat Allah turun pada setiap saat baik siang maupun malam dan bila pada saat malam sepertiga terakhir rahmat Allah turun hanya sampai di langit dunia. Maka apa faidahnya jika rahmat Allah tidak sampai ke bumi.
2. Tafsir AH demikian bertentangan dengan teks hadits karena dalam hadits dengan jelas Allah berkata, “Siapa yang memohon ampun akan Aku ampuni, siapa yang berdoa akan Aku kabulkan dan siapa yang meminta akan Aku berikan".
3. Dan tidak mungkin diucapkan oleh malaikat karena malaikat tidak mengabulkan doa dan malaikat juga tidak mengampuni dosa-dosa. Apalagi rahmat, karena rahmat tidak berbicara, apalagi mengabulkan doa dan mengampuni dosa. Kalau malaikat yang berbicara maka malaikat akan berkata, “Sesungguhnya Allah berkata : Siapa yang berdoa maka akan Aku kabulkan...”
4. Dan bila kita menerima takwil diatas maka bukankah rahmat turun dari Allah?, berarti turun dari atas, berarti Allah berada di atas. Tidak sebagaimana pernyataan Ahlul bid’ah yang menyatakan jika Allah berada di atas berarti bertempat !!, sebagaimana syubhat yang diutarakan oleh AH jika Allah turun berarti “bertempat” !
5. Namun tempat yang cocok dengan keagungan dan kebesaran Allah tanpa menyamakan dengan makhlukNya dan kita bayangkan tempat tersebut.
Bantahan kelima,
Pernyataan AH “kalimat nazala artinya tidak turun untuk menempat” adalah hal yang aneh. Di awal AH menolak nuzul/turunnya Allah dengan alasan bahwa ini melazimkan Allah bertempat.
Namun tatkala AH membedakan antara “Habatho” dengan “Nazala” maka AH menyatakan kalau “Habatho” melazimkan bertempat, adapun “Nazala” tidak melazimkan bertempat.
Jika memang “nazala” tidak melazimkan bertempat, maka selesai urusannya, tidak perlu lagi mentakwil nuzul/turunnya Allah dengan turunnya rahmatNya.
Bantahan keenam,
Hadits tentang turunnya Allah ditolak dzohirnya oleh kaum al-Jahmiyah, Al-Mu’tazilah, dan al-Asya’iroh, sehingga mereka mentakwilnya.
Al-Imam Utsman bin Sa’iid Ad-Daarimi rahimahullah (wafat 280 H) berkata tentang hadits nuzul/turunyya Allah :
أَغْيَظُ حَدِيْثٍ لِلْجَهْمِيَّةِ
“Ini adalah hadits yang paling membuat marah kaum Jahmiyah” (dalam kitabnya :
نقض الإمام أبي سعيد عثمان بن سعيد على المريسي الجهمي العنيد فيما افترى على الله عز وجل من التوحيد 1/500)
Al-Imam Nu’aim bin Hammad (Wafat 228 H) berkata :
حَدِيْثُ النُّزُوْلِ يَرُدُّ عَلَى الْجَهْمِيَّةِ قَوْلَهُمْ
“Hadits nuzul/turunnya Allah membantah keyakinannya kaum Jahmiyah” (At-Tamhiid li Ibni Abdilbarr 7/144)
Al-Imam Syariik bin Abdillah (wafat 177 H) ditanya bahwasanya kaum mu’tazilah mengingkari/menolak hadits-hadits nuzul/turunnya Allah maka beliaupun meriwayatkan sekita 10 hadits tentang nuzul lalu berkata :
أَمَّا نَحْنُ فَقَدْ أَخَذْنَا دِينَنَا هَذَا عَنِ التَّابِعِينَ عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَهُمْ عَمَّنْ أَخَذُوا؟
“Adapun kami maka kami telah mengambil agama kami dari para tabi’in dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, adapun mereka maka dari mana mereka mengambil agama mereka?” (Al-Asmaa wa as-Sifaat li Al-Baihaqi 2/374 No. 949)
Demikian tulisan tentang pelurusan aqidah sesat kaum Jahmiyah semoga Allah memberi Hidayah kaum muslimin.
[Cerkiis.blogspot.com, Sumber : Penulis Ustadz Zainal Abidin Syamsuddin]
Demikianlah Artikel Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat
Sekianlah artikel Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat dengan alamat link https://kabarmuslimislam.blogspot.com/2017/04/kupas-tuntas-video-sasar-serial-keempat.html
0 Response to "Kupas Tuntas Video Sasar Serial Keempat"
Posting Komentar