Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah

Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah - Hallo sahabat Kabar Muslim Islam, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Fenomena, Artikel Hari Ini, Artikel Islam, Artikel Islami, Artikel Kabar, Artikel Muslim, Artikel Ragam, Artikel Terbaru, Artikel Unik, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah
link : Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah

Baca juga


Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah


Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah

Kalau di dalam dunia akademisi ilmiah, seseorang itu dianggap senior atau menjadi profesor melalui banyaknya jumlah tulisan ilmiah dan manfaat yang dihasilkan melalui tulisan nya itu.

Penerimaan rekan sejawat atau seprofesi akan buku tulisan nya itu, dan penggunaan bukunya sebagai referensi ilmiah oleh orang orang yang seprofesi dengan nya juga merupakan bukti akan pengakuan keseniorannya dan otoritas ilmiah nya.

Demikian juga di dalam agama dan dunia dakwah Salafiyyah ini.

Syaikh Albany rohimahulloh misalnya, kebanyakan yang memberikan pengakuan akan kesenioran beliau adalah rekan rekan sejawat nya, para murid murid nya, dan Ummat Islam secara umum melalui penerimaan ilmiah atas karya karya beliau.

Pengakuan kesenioran beliau bukan melalui orang yang lebih tinggi atau dari guru beliau. Bukan pula melalui lembaga resmi di Saudi dengan haiah kibaarul ulama nya.

Namun para ulama di haiah kibaarul ulama semua sepakat bahwa Syaikh Albany rohimahulloh juga merupakan kibaarul ulama bagi umat Islam, melalui pengakuan dan penerimaan para ulama kibar terhadap buku-buku dan tulisan ilmiah Syaikh Albany yang bermanfaat bagi dakwah Salafiyyah secara khusus dan Ummat Islam secara umum.

Demikian juga para Asatidz Senior dakwah Salafiyyah di Indonesia ini, yang diakui dan dirujuk oleh para asatidz lainnya akan masalah pengalamannya, khidmat nya terhadap dakwah, dan otoritas ilmiah nya yang dijadikan rujukan melalui buku buku tulisan nya yang tersebar untuk membina ummat.

Ini seperti Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawaz dan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat. (Dan mereka berdua adalah orang biasa yang tidak ma'shum)

Adapun orang orang yang dengki akan hal ini, maka dia biasanya mengejek-ejek atau menyindir-nyindir kenapa beliau beliau dianggap kibar.

Emang siapa yang kasih rekomendasi bahwa beliau dianggap kibar, sehingga mempunyai otoritas untuk memberikan rekomendasi atau pertimbangan dalam pergerakan dakwah Salafiyyah di Indonesia?

Siapa yang kasih rekomendasi bahwa dia kibar, sehingga bisa memberikan pendapat bahwa ini asatidz yang lurus manhaj nya, ini orang orang yang bermasalah, dan ini orang orang yang hanya berkedok Salafi saja yang mana sebenarnya adalah Haroki atau Takfiri atau Hizbiyyun atau Free thinker fans berat manhaj muwazanah yang menyamar?

Demikianlah kedengkian demi kedengkian yang dihembuskan oleh orang orang yang mencoba menyusup dalam dakwah Salafiyyah di Indonesia ini.

Dan yang paling kentara kedengkian nya kepada asatidz kibar itu biasanya dari gerombolan free thinker dan fans berat manhaj muwazanah yang berkedok memakai baju Salafiyyah, yang mana mereka sangat mesra dengan Haroki dan Takfiri.

Demikianlah tipu daya dan muslihat mereka. Jadi bagaimana setelah melihat uraian di atas?

Apakah kita sekarang sudah bisa "mengendus" dan mengenali keberadaan mereka di sekitar kita ini?


-----


Jika kita buka dan mempelajari kitab kitab induk yang menerangkan mengenai manhaj Salaf.

Umumnya yang ditegaskan dan disebutkan pertama kali di situ adalah berkaitan dengan, masalah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkaitan dengan Shifat Shifat Allah.

Berikut juga bantahan terhadap para Ahlul Bid'ah yang menolak, atau menyelewengkan dengan cara mentakwil, sifat sifat Allah yang jelas jelas disebutkan dalam Al Qur'an dan As Sunnah. Baik itu dengan bantahan yang ringkas, ataupun yang panjang lebar.

Porsi bahasan mengenai ini biasanya paling awal dan paling banyak dibahas di dalam kitab kitab manhaj, karena ini adalah bahasan paling pokok dan mendasar.

Perkara "kulliyah" kalau bahasa para Ulama.

Bagi muslim hanif (lurus) dan baru pertama mencoba memahami pokok pokok manhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah lebih dalam, mungkin akan bingung kenapa hal ini dibahas panjang lebar?

Bukannya kalau sudah jelas ayat nya dan Shohih hadits nya masalah sifat sifat Allah ini, maka ya kita tinggal terima saja?

Ya, memang seharusnya begitu. Itu yang benar. Tapi faktanya bagi Para Ahlul Bid'ah tidak begitu.

Jadi ibaratnya kita itu seperti membangun benteng yang kokoh dulu, walaupun keadaan masih tidak diserang. Demikian juga pentingnya membangun i'tiqod pemahaman yang benar dulu Mengenai Allah, walaupun kita tidak ada maksud dan pemahaman yang aneh aneh dalam masalah itu. Pentingnya membangun benteng ini nanti baru akan terasa ketika ada serangan musuh. Jadi first thing first, sedia payung sebelum hujan.

Kalau ingin melihat bagaimana bahaya nya orang yang memiliki i'tiqod yang salah mengenai sifat sifat Allah itu, maka coba lihat Pluralisme dan Liberalisme.

Karena i'tiqod mereka mendefinisikan mengenai Allah sekehendak mereka sendiri mengikuti hawa nafsu, maka itu membuat kacau seluruh pemahaman dan amaliyah mereka di dalam Islam.

Sama juga dengan misal Sufi dengan berbagai macam i'tiqod dan amaliyah nya yang nyeleneh dalam masalah ma'rifat mereka Kepada Allah.

Demikian juga para pengikut filsafat, ilmu kalam, ahlur Ro'yu, dan manthiq dalam masalah i'tiqod nya mengenai sifat sifat Allah. Mereka berbicara semau mereka mengenai Allah, sehingga mempengaruhi Aqidah, pemahaman, dan amaliyah mereka.

Itu semua terjadi karena mereka tidak punya pondasi I'tiqod yang benar mengenai sifat Sifat Allah. Maka dari itu ini disebut masalah "Kulliyah". Karena ini akan mempengaruhi Aqidah, pemahaman, dan amaliyah seorang Muslim secara keseluruhan.

Di sinilah pentingnya bagi kita memahami bagaimana manhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah memahami masalah sifat sifat Allah dengan benar.

Ini penting, walaupun kadang awal kita tidak faham kenapa Jahmiyah dan Mu'tazilah dibahas sedangkan firqoh itu sudah lama punah (namun pemikirannya yang sejenis tetap ada).

Membahas Aqidah yang benar bahwa Al Qur'an adalah Kalamullah bukan Makhluq, walau syiar Ahlul Bid'ah Mu'tazilah Al Qur'an adalah makhluk bukan Kalamullah sudah punah di abad modern ini. Dan yang ada hanya "modifikasi" nya saja atas nama Hermeneutika dan Liberalisme.

Pentingnya Membahas Masalah Allah turun di sepertiga malam akhir yang diingkari oleh Ahlul Bid'ah. Membahas Melihat Allah di akhirat kelak.

Membahas masalah sifat dzatiyah Allah (seperti Allah memiliki "wajah", "tangan", dan lain lain) dan sifat Af'aliyyah Nya (perbuatan Allah).

Maka dari itu membahas ketinggian Allah, di mana Allah, dan menetapkan bahwa Allâh bersemayam di atas Arsy, guna membantah kebid'ahan i'tiqod Allah berada di mana mana dan Allah ada tanpa tempat. Adalah pokok pokok agama yang sangat vital dan mendasar.

Ini yang pertama yang harus kita fahami.

Penting bagi kita memahami bagaimana manhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam memahami masalah sifat sifat Allah dengan benar.

Yang kedua, bahwasanya kita harus faham bahwa ayat-ayat di dalam Al Qur'an yang membahas masalah sifat Allah itu, lebih tinggi kedudukan dan derajatnya dibandingkan ayat-ayat berkenaan dengan hukum hukum Nya.

Maksudnya bagaimana?

Coba saya tanya, ayat apakah yang paling tinggi kedudukannya di dalam Al Qur'an? Ayat kursi atau QS Al Baqarah : 255 bukan?

Ya, jelas. Karena demikianlah yang Rasulullah jelaskan dalam hadits nya yang Shohih mengenai keutamaan ayat kursi.

Dan apakah isi kandungan ayat kursi itu?
Sejak awal hingga akhir ayat itu memberikan khobar mengenai sifat sifat Allah.

Maka dari itulah ayat-ayat mengenai sifat sifat Allah itu, lebih tinggi kedudukannya dibandingkan ayat-ayat mengenai hukum hukum Allah.

Saya coba tanya lagi, surat apa yang memiliki kedudukan seperti sepertiga Al Qur'an?

Al Jawab, QS Al Ikhlas.

Apakah isi dari QS Al Ikhlas?
Sejak dari awal hingga akhir isinya mengenai sifat sifat Allah. Dan jika kita lihat asbabun Nuzul surat ini, surat ini turun berkaitan dengan pertanyaan kaum Musyrikin kepada nabi Muhammad mengenai Allah.

Maka dari itu ayat-ayat mengenai sifat sifat Allah itu, lebih tinggi kedudukannya dibandingkan ayat-ayat mengenai hukum hukum Allah.

Namun apakah ini berarti ayat-ayat mengenai Hukum Allah itu tidak penting?

Tentu saja penting, karena hukum hukum Allah itu diturunkan sebagai konsekuensi dari sifat Sifat Allah. Maka dari itu biasanya ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum Allah itu, diawali atau diakhiri dengan penyebutan sifat dan asmaul Husna Allah.

Asmaul Husna itu adalah nama nama Allah yang Indah yang diambil dari sifat sifat Allah, sebagaimana yang Allah namakan bagi diri Nya sendiri.

Setiap nama Allah pasti mengandung sifat Allah, namun tidak setiap sifat Allah itu menjadi nama Allah. Sifat Allah lebih luas dibandingkan asmaul Husna Allah.

Kembali lagi ke bahasan awal, jadi ayat berkaitan dengan hukum Allah itu mempunyai sequence kedudukan dari sifat Allah.

Untuk bahasa yang lebih sederhana, ini misal seperti pencuri yang melanggar hukum Allah dengan mencuri. Namun bersamaan dengan itu, dia tetap mengakui Allah sebagai Rabb yang maha Tinggi dan Maha Mulia.

Faham kan maksudnya?

Kenapa Ini kita bahas panjang lebar?

Yakni karena, ketika Ibnu Taimiyyah rohimahulloh dicela dan disesatkan oleh pengikut Asy'ariyyah berkaitan dengan sifat sifat Allah.

Maka itu wajar, karena demikianlah kebiasaan para Ahlul Bid'ah yang menyimpang dalam masalah sifat sifat Allah. Ini disebutkan sendiri dalam Aqidah Salaf Ashabul Hadits yang ditulis oleh Imam Ash Shobuni.

Akan tetapi yang aneh dan menyimpang itu adalah orang orang yang mengaku Salafi namun sejatinya Haroki, Takfiri, dan fans berat manhaj Muwazanah. Yang menganggap masalah sifat sifat Allah ini adalah perkara yang remeh.

Menganggap itu hanya sekedar khilafiah, tidak perlu ada Nahi Mungkar walau hanya sekedar kebencian di hati, dan yang penting itu persatuan.

Maka dari pada itu Haroki, Takfiri, dan fans berat manhaj Muwazanah ok ok aja bergabung dengan orang orang yang menyimpang dalam masalah sifat sifat Allah dalam perjuangan demo yang berjilid jilid, dengan tanpa merasa perlu untuk mengingkari kebid'ahan nya dalam masalah sifat sifat Allah.

Inilah muwazanah. Hal hal yang kiranya mengganggu persatuan Islam itu tidak perlu diingkari, walaupun itu berkaitan dengan sifat sifat Allah.

Orang orang seperti itu sebenarnya tidak perlu kita katakan sebagai penyusup yang mengaku aku sebagai Salafi.

Bagi orang yang faham manhaj Salaf, sebenarnya itu sudah jelas sendiri walau tanpa perlu disebutkan.

Celakanya itu adalah orang orang yang ngakunya ikut kajian sunnah namun hanya tematik saja, dan tidak pernah belajar manhaj secara tuntas dari awal sampai akhir. Yang kemudian tertipu dan ikut ikutan muwazanah akibat ketidakfahaman akan masalah ini.

Mengaku mengikuti manhaj Salaf dan ikut kajian sunnah, namun tidak merasa risih dengan orang orang yang menyimpang dari manhaj masalah sifat sifat Allah, dan tidak ada Nahi Mungkar dengan alasan untuk persatuan atau karena merasa "nggak enakan".

Big question mark bagi kita, "Apakah orang orang yang terfitnah oleh para Haroki, Takfiri, dan fans berat manhaj Muwazanah; sembari mengaku pengikut manhaj Salaf itu kira kira jumlahnya banyak atau tidak ya? "

Itulah yang namanya fitnah


-----


Nasehat :

Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :

وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ﴿١٦٦﴾وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا ۖ قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ

Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”.

mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu” Pada hari itu, mereka lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. [Ali Imrân/3:166-167]

Ayat ini menyebutkan bahwa kaum munafiq pun disuruh untuk berperang oleh waliyyul Amri. Yakni pada kalimat,

وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا

Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”.

Jadi pada kondisi ketika telah diperintahkan perang oleh Waliyyul Amri, maka baru kita bersatu dan bergabung dengan orang munafiq termasuk juga para Ahlul Bid'ah, sambil ber mudaaroh kepada mereka atau menasehati jika mampu, di bawah payung komando waliyyul Amri.

Adapun jika waliyyul Amri kuat dalam mendukung manhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah sehingga tidak perlu ber mudaaroh ketika perang, maka tidak perlu ber mudaaroh.

Namun hanya saja kondisi tiap waliyyul Amri itu beda beda. Tidak semuanya tegas dan berpihak kepada manhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebagaimana para khulafaur Rasyidin dan yang semisal.

Maka dari itu jika waliyyul Amri kurang berpihak, maka kita terpaksa ber mudaaroh.

Jadi ini kondisi khusus yang semua orang maklum akan hal ini. Dan penting untuk diingat, yang boleh melakukan hal ini adalah waliyyul Amri saja. Bukan para Haroki, Takfiri, dan para fans berat manhaj muwazanah.

Dan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk meridhoi kemunafikan yang ada. Masak orang beriman disuruh ridho terhadap kemunafikan? Demikian juga dalam masalah kebid'ahan dan Ahlul Bid'ah.

Syarat akan hal ini ada dua :

1. Ini adalah kondisi khusus ketika berperang dengan sebenar benar perang yang saling membunuh.

Bukan sekedar teori konspirasi dan kepentingan politik.

2. Yang memerintahkan untuk bergabung ikut berperang adalah waliyyul Amri.

Bukan para Haroki, Takfiri, dan para fans berat manhaj muwazanah.

Hal ini juga sesuai dengan hadits Rasulullah riwayat Imam Muslim, bahwa pemerintah itu adalah junnatun (perisai). Yang mana dibaliknya kita berlindung, dan bersamanya kita berperang.

Maksudnya bagaimana?

Lihat sekarang, apakah para Ahlul Bid'ah itu dilindungi oleh pemerintah pada kondisi damai yang dijaga stabilitas keamanan nya oleh pemerintah ?

Al jawab, ya.

Dan apakah ketika masa aman dan damai ini para Ulama Salaf bersatu dengan Ahlul Bid'ah dan tidak menerangkan penyimpangan manhaj mereka ke masyarakat?

Al jawab, tidak.

Maka demikianlah juga ketika kondisi ketika berperang yang diperintahkan Pemerintah. Kita lihat situasi nya kapan boleh ber mudaaroh, dan kapan tidak.

Kondisi Ibnu Taimiyyah yang sering dijadikan argumentasi pendukung "persatuan semu di balik kerangkeng masing masing" pun sebenarnya ketika kondisi perang.

Adapun para Haroki, Takfiri, dan para fans berat manhaj muwazanah inginnya ini berlaku pada semua keadaan, dengan berkedok persatuan ukhuwah, teori konspirasi, kepentingan politik Islam, dan untuk menghadapi musuh yang sama.

Padahal praktek nya adalah agar kita ikut meridhoi kebid'ahan dan manhaj nya yang menyimpang, mau untuk "mesra" dengan orang orang yang menyimpang manhaj nya, mendukung "persatuan semu di balik kerangkeng masing masing", atau paling tidak "disuruh diam" dan tidak mengungkap kebatilan manhaj nya dengan berdasarkan ilmu dan hujjah yang nyata.

Inilah yang namanya fitnah.

Pertanyaan kita :
Banyak kah orang yang terperangkap dengan tipuan manhaj muwazanah dan Pluralisme Manhaj seperti ini?


-----


Seseorang jika dia ma'ruf berpegang kepada manhaj Salaf, namun terlihat akrab dan saling membantu dengan orang yang menyimpang dari manhaj Salaf dalam berdakwah.

Maka ini adalah perkara yang musykil dari kacamata Mauqif (sikap) Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Bagaimana mungkin kita ikut membantu, meridhoi, atau minimal diam saja terhadap kemungkaran manhaj yang didakwahkan?

Yang mana alasan kita ikut membantu, meridhoi, atau minimal diam saja dengan alasan nggak enak karena sudah akrab, karena alasan ukhuwah, dan karena alasan mencoba untuk saling membantu dalam berdakwah ?

Sedangkan para Sahabat itu juga berdakwah, dan juga saling Amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama mereka. Nabi Musa alaihis salaam saja juga pernah marah kepada Nabi Harun alaihis salaam.

Adapun jika itu hanya berhubungan dengan masalah muamalah, tidak berhubungan dengan masalah dakwah, maka itu tidak masalah.

Para ulama Salaf secara umum membenci dan mentahdzir orang seperti ini.

Kecuali jika sekiranya ada udzur dalam hal itu, yang mana dia bersikap mudaaroh tanpa ada maksud untuk meridhoi penyimpangan manhaj nya.

Qodhi Abu Yusuf rohimahulloh berkata,
“Lima hal yang wajib manusia untuk bersikap mudaroh yaitu ketika berhadapan dengan : raja yang berkuasa, hakim yang suka mentakwil, wanita, orang yang sakit, dan orang alim yang di ambil ilmunya."
[ Al adab as syar’iyyah ibnu muflih 3/ 477]

Apa sih mudaaroh itu?

Arti asalnya sebenarnya menghindar atau mengelak. "Ngeles" atau "main cantik" dalam tanda kutip juga bisa, walau sebenarnya agak kurang tepat.

Adapun arti praktis nya adalah mencoba menolak dengan cara yang lembut, atau mencoba bersikap lembut dan kompromistis guna menolak madhorot yang lebih besar.

Dalil dan contoh sikap langsung Mudaaroh ini adalah,

1. Sikap Nabi Musa alaihis salaam yang lemah lembut dan argumentatif ketika berhadapan dengan Fir'aun. Ini sebagaimana yang banyak dikisahkan di dalam Al Qur'an. Lihat QS Thoha : 43-46

2. Sikap seorang anak yang tetap diperintahkan bergaul dengan baik kepada kedua orang tuanya, walau mereka Kafir dan mengajak untuk syirik kepada Allah.

Sang anak tersebut disuruh untuk menolak ajakan syirik dengan cara yang baik, dan tetap bergaul dengan cara yang baik kepada kedua orangtua nya. Lihat QS Luqman : 14-15

3. Perintah Allah agar bersikap pemaaf, tetap menyeru ke arah kebaikan, dan berpaling dari orang orang yang jahil. Lihat QS Al A'raaf :199

4. Sikap Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana yang diriwayatkan dalam Bukhari Muslim.

Yang mana beliau mencela keburukan seseorang, akan tetapi ketika orang itu menghadap Rasulullah, beliau bersikap manis dan lunak kepada nya demi menghindari keburukan yang lebih besar.

Contoh kasus mudaaroh ini seperti misal ketika dia berada di lingkungan yang mayoritas Ahlul Bid'ah, dan dia disuruh berpartisipasi dalam kegiatan dakwah.

Yang mana jika dia frontal dalam menanggapi nya, kemadhorotan dan fitnah yang lebih besar yang akan terjadi.

Maka jika dia hanya berniat mudaaroh saja, dengan tanpa maksud meridhoi kebid'ahan yang ada. Maka ini tidak mengapa.

Atau mungkin bisa juga dia hanya berniat mengenalkan sunnah dan manhaj Salaf secara perlahan lahan, dengan tanpa maksud meridhoi penyimpangan dan kebid'ahan yang ada. Maka ini juga tidak mengapa, dan ada udzur baginya.

Bisa juga disebutkan contoh contoh lain yang kiranya bersifat "situasional", yang mana dia dalam "posisi yang tidak enak", dalam kedudukan yang lemah, sehingga dia harus bersikap lunak dan toleran demi menghindari madhorot yang lebih besar.

Semoga sampai di sini kita sudah faham terlebih dahulu.

Namun ingat, tidak setiap kejadian itu harus selalu dianggap "situasional".

Kalau semua dianggap situational, tidak ada usaha untuk merubah atau keluar dari situasi itu. Dan bahkan justru bersikap meridhoi apa yang terjadi.

Maka ini namanya mudahanah.

Yakni sikap menjual manhaj, bermudah mudahan terhadap kebid'ahan dan penyimpangan manhaj

Orang yang seperti inilah yang terkena celaan dari qoul para Ulama Salaf akan masalah sikap Ahlus Sunnah dengan Ahlul Bid'ah.

Aplikasi mudaaroh dan mudahanah ini sama sebenarnya. Hanya saja kondisi, latar belakang, dan motivasi nya berbeda berkebalikan 180 derajat.

Memang, kadang antara bersikap hikmah dan bersikap munafiq itu tipis bedanya.

Bahkan ada juga orang yang ngakunya berpegang kepada manhaj Salaf, namun "mesra" dengan Ahlul Bid'ah dalam masalah dakwah, manhaj, dan agama tanpa ada udzur. (Adapun jika dalam muamalah, maka itu tidak mengapa)

Dia tidak dalam kondisi yang sulit, tidak bertujuan untuk menghindari madhorot yang lebih besar, dan juga tidak bertujuan untuk menasehati serta membantah kebid'ahan nya dengan cara yang hikmah.

Apa yang dilakukannya hanyalah sikap kompromistis atas nama ukhuwah dan syubhat menghadapi musuh bersama. Dengan cara mengorbankan manhaj tanpa udzur.

Sikap kompromistis dan mudahanah tercela seperti ini, sama seperti yang Allâh peringatkan di dalam Al Qur'an.

Yang mana orang musyrikin mencoba bersikap lunak kepada Rasulullah, dengan tujuan agar Rasulullah juga ikut lunak dan kompromistis terhadap kesyirikan mereka. Lihat QS Al Qolam : 8-9

Maka ini sama juga dengan yang dilakukan oleh orang yang menyimpang dari manhaj. Mereka mencoba lunak kepada pengikut manhaj Salaf, dengan tujuan agar pengikut manhaj Salaf juga ikut lunak dan kompromistis terhadap penyimpangan mereka....

Akan tetapi dewasa ini, ada yang lebih parah dari itu sebenarnya.

Jika tadi inisiator nya adalah dari orang orang yang menyimpang dari manhaj Salaf.

Yang mana dia mengajak untuk sama-sama bersikap kompromistis dan tidak mengingkari penyimpangan manhaj yang mereka miliki, demi tujuan bersama yang lebih besar.

Maka sekarang yang mengajak seperti itu adalah orang yang ngakunya Salafi itu sendiri. Yang mana dia melakukannya karena terkena penyakit manhaj muwazanah dan Pluralisme manhaj.

Sehingga akibatnya mereka mesra dengan orang orang yang menyimpang manhaj nya, dan mengajak orang lain agar bersikap sama seperti mereka itu.

Inilah bencana dan fitnah besar yang sedang menimpa kita saat ini.

Bahkan ketika para Da'i muwazanah dan pluralisme manhaj yang berkedok dengan baju Salafi itu kemudian terbuka kedok nya.

Maka alih alih dari mengakui kesalahan mereka dalam memahami permasalahan, mereka justru malah menyerang para pengikut manhaj Salaf yang berusaha kokoh dan tidak kompromistis dalam hal itu.

Padahal udzur untuk hal itu sebenarnya tidak ada pada diri mereka. Apalagi dakwah Salafiyyah sudah semakin kuat dan tersebar dimana mana.

Maka tidak ada alasan sebenarnya bagi mereka untuk merendahkan diri terhadap manhaj bid'ah. Kecuali jika memang ada penyakit dalam hati mereka, dan penyimpangan dalam manhaj mereka walaupun mereka mengaku Aku Salafi.

Yang ada sebenarnya itu adalah dakwah ilmiah dan hikmah kepada orang yang terjatuh dalam kebid'ahan, agar meninggalkan kebid'ahan nya.

Bukannya malah bersikap kompromistis dan mengorbankan prinsip.

Orang orang seperti itu sering disebut sebagai Free thinker dan Talafy (Perusak) yang sesungguhnya.

Mereka lah pengusung manhaj muwazanah dan Pluralisme Manhaj dengan memakai baju Salafi sebagai kedok mereka.

Banyak kah orang orang yang terjebak dalam perangkap mereka yang mengatasnamakan manisnya "ukhuwah semu" itu?

Itulah yang sebenarnya menjadi PR kita bersama untuk menjawabnya.

Semoga bermanfaat, hanya Allah yang beri taufik

[Cerkiis.blogspot.com, Sumber: Penulis Kautsar Amru, Dengan penggabungan artikel lainnya]


Demikianlah Artikel Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah

Sekianlah artikel Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah dengan alamat link https://kabarmuslimislam.blogspot.com/2017/03/ustadz-kibar-dan-free-thinker-fans.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ustadz Kibar dan Free Thinker Fans Berat Manhaj Muwazanah"

Posting Komentar